Pages

Menemukan Makna Hidup melalui "A Confession" - Leo Tolstoy

 



Dari sekian banyak karya Leo Tolstoy bisa dikatakan A Confession (sebuah pengakuan) adalah puncak dari karyanya, buku ini menggambarkan bagaimana dalam abad terakhir, mayoritas di dunia semakin materialistis, dan itu tidak dapat disebarkan dan  dipercaya mendekati pengetahuan.
Apa yang dituangkan Leo Tolstoy dalam buku ini adalah pencarian yang sulit dari sisi seseorang yang telah mencapai ketidakmungkinan hidup, terhentinya kehidupan dan perlunya mencari akar hidup sebenarnya. Sebuah pengembaraan batin tentang filosofi dan religi yang berujung pada keinginan tulus untuk mencapai "kesempurnaan moral".

Tolstoy mengalami krisis usia pertengahan dimana ia sempat depresi akibat dari kelakuannya sendiri di masa muda yang kemudian menyeretnya ke ambang bunuh diri, dari pergolakan itulah Tolstoy menuangkan apa yang ia alami ke dalam buku ini. Salah satu ungkapan yang paling getir,kelam dan sadis namun begitu dalam maknanya "Tak ada yang mencegah pengingkaran terhadap hidup dengan cara bunuh diri,maka bunuhlah dirimu dan kau tak akan membahasnya jika hidup tak menyenangkanmu bunuhlah dirimu karena kau hidup tapi tak bisa memahami makna kehidupan maka kau mengakhirinya. Jangan mengelabuhi hidup dengan mengatakan yang tak kau pahami, kau telah sampai ke kumpulan yang baik dimana orang-orang puas dan tahu apa yang mereka lakukan jika kau menganggapnya menjemukan dan menjijikan jauhilah, siapakah kita yang yakin akan kebutuhan untuk bunuh diri tapi tak memustuskan untuk melakukannya kita adalah manusia yang paling lemah paling tak konsisten dan yang paling bodoh, karena kearifan kita betapapun mungkin tak bisa diragukan tidak memberi kita pengetahuan akan makna kehidupan kita tapi semua orang yang meneruskan hidup jutaan dari mereka tak meragukan makna kehidupan".

Renungan ini begitu hitam dan pesimistis, namun ini adalah kejujuran dari Tolstoy ketika ia merasa tersesat dalam pencarian makna kehidupan, dibaliknya ada satu pemikiran yang amat dalam tentang makna hidup tak hanya renungan ia membangun gagasannya sendiri dan membandingkan pemikirannya dengan filsuf-filsuf lain seperti Schopenhauer, Immanuel Kant dan Frederich Nietzche. lebih lanjut Tolstoy juga mengungkapkan pemikiran terhadap aspek sosial dan religi, Orthodox yang menjadi agama terbesar di Russia dan keyakinan yang ia anut sendiri pun tak luput dari kritiknya meskipun ia tidak mau bertikai dengan Gereja Orhodox,para imam dan pemeluknya ia mengkritik keyakinan tradisional terhadap Tuhan. Tolstoy tidak dapat menerima keyakinan mereka, sebab baginya apa yang dijelaskan oleh imam semua tradisi dan doktrin yang diberikan tak mempertebal pengetahuan tentang makna hidup tapi justru malah mengaburkannya, semakin jelas doktrin yang diberkan imam Orthodox kepanya makin jelas pula kesalahan dan semakin ia mendalaminya keyakinan mereka maka sia-sia tidak ada yang ia dapat. Tolstoy bukan jijik pada doktrin yang mereka jelaskan yang menurutnya mencampurkan hal-hal manusiawi yang tak perlu dan tak masuk akal ia yakin bahwa hidup orang-orang itu ternyata sama seperti hidupnya hanya , yang membedakan bahwa hidup yang
dijalani para imam tak sesuai dengan prinsip dan ajaran yang mereka paparkan dalam Tolstoy merasa bahwa mereka menipu diri sendiri dan mereka sama seperti dirinya tak menemukan makna kehidupan dan hanya menjalaninya sampai datang waktunya  untuk mati. Hal yang Tolstoy harapkan dari mereka adalah sebuah penjelasan tentang makna yang dapat menghancurkan ketakutan akan kehilangan penderitaan dan kematian ia percaya bahwa Apabila mereka menemukanmakna itu mereka tidak akan takut pada semua hal itu namun kenyataannya mereka memiliki ketakutan yang sama sama seperti dirinya.

Krisis itu membawanya pada sebuah fase  kehidupan anti kepercayaan kendati ia masih mempercayai keberadaan Tuhan. ” Aku tak bisa memikirkan tahun-tahun itu tanpa kengerian, kemuakan sekaligus kepiluan. Aku telah membunuh banyak lelaki dalam perang dan menantang banyak lelaki berduel untuk membunuh mereka. Aku kalah dalam permainan kartu, memeras tenaga petani, menjatuhkan mereka ke dalam hukuman, hidup bebas dan menipu orang. Berdusta, merampok, berzina, mabuk-mabukan,membunuh dan lainnya-tidak satupunb kejahatan yang tak kulakukan. Terhadap semua itu, orang-orangbmemuji perilakuku dan mereka yang sezamanku dianggap dan menganggapku sebagai orang yang termasuk bermoral. Begitulah aku hidup selama 10 tahun.”

Tolstoy mejalani hidup dengan penuh pertanyaan,kebingungan dan pencarian hingga ia  menjadi seorang pengajar dan penulis untuk tujuan mencapai ketenaran. Pada masa itu ia hidup berpindah-pindah, menemui para petani miskin, mengajar budak-budak, dan kemudian memulai ketersesatan dalam pikiran dan hidupnya dalam pencariannya tak jarang ia justru menemukan jawaban yang semakin membingungkan hingga membawanya pada keinginan untuk bunuh diri. Namun perlahan-perlahan ia mulai menemukan jawaban atas pertanyaa-pertanyaannya.
 
” Dalam cara apapun kuajukan pertanyaan, relasi itu muncul dalam jawaban. Bagaimana aku hidup? Menurut hukum Tuhan. Apa hasil nyata yang akan terjadi dalam hidupku? Siksaan abadi atau kebahagiaan abadi. Apa makna milik kehidupan yang tak dihancurkan kematian? Bersatu dengan Tuhan yang abadi: surga.”

“Jadi selain pengetahuan rasional, yang bagiku tampaknya merupakan satu-satunya pengetahuan, tak bisa dielakkan aku sampai pada pengakuan bahwa seluruh umat manusia yang hidup memiliki pengetahuan irasional- iman yang memungkinkan untuk hidup.”
“Iman telah memberikan makna pada kehidupan dan membuat hidup mungkin.”
“Iman adalah kekuatan hidup. Jika seorang manusia hidup, ia percaya pada sesuatu. Jika ia tak percaya bahwa orang harus hidup untuk sesuatu, ia tak kan hidup. Jika ia tak melihat dan tak mengakui sifat menyesatkan dari yang terbatas itu, ia percaya pada yang terbatas itu. Jika ia memahami sifat menyesatkan dari yang terbatas itu,ia harus percaya pada yang tak terbatas. Tanpa iman, ia tak bisa hidup.”

Seperti satu paradoks yang berkutat dalam pemikirannya sendiri ia justru kembali kepada akar keberimanan nya di dalam tradisi gereja Ortodoks 
"aku kembali pada kepercayaan kepada Tuhan pada kesempurnaan moral dan pada tradisi yang membawa makna kehidupan"  tentu tolstoy kembali bukan sebagai dirinya yang lama yang belum mengalami krisis ia bak terlahir sebagai dirinya yang baru yang merumuskan versinya sendiri tentang filosofi Kristen yang memiliki pesan yang sangat kuat berpusat pada Kristus pada cinta dan pada belas kasih kepada semua orang seperti Iman Ortodoks pada akhir perjalanannya yang ia mengungkapkan 
"aku berhenti ragu dan menjadi yakin sepenuhnya bahwa tak semua benar dalam agama yang kuat nut dulu aku Khan bahwa itu semua salah tapi aku tak bisa bilang begitu sekarang semua orang punya pengetahuan tertentu tentang kebenaran karena jika sebaliknya mereka tak mungkin hidup lebih-lebih pengetahuan itu terjangkau olehku karena aku telah merasakannya dan telah hidup dengannya"
Penulisan A Confession ini memang terinspirasi dari kisah perjalan hidup Tolstoy sendiri ketika ia menghadapi krisis moral pasca terlibat dalam perang krimea antara Rusia melawan sekutu yang terdiri dari kerajaan Perancis Britania Raya serta Kesultanan utsmaniyah. Di tengah depresi yang melanda Russia itu adalah jalan terjal yang membawanya pada sebuah pertanyaan besar tentang makna kehidupan dan untuk apa menjalaninya namun krisis moral itu pula membawa Tolstoy pada pencerahan  spiritual, tulisan ini menyajikan petualangan dan pencarian Tolstoy ketersesatan. Terus mencari makna kehidupan menerima kebenaran dan kebohongan didalamnya serta terbuka pada makna-makna baru yang mungkin kita temukan, hingga akhirnya menemukan jalan pulang.
.

Beni Sutanto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Instagram